Dalam sebuah perusahaan, public relations identik dengan Humas. Humas biasanya membina jaringan dengan pihak eksternal dan menjadi sebuah "potret" atau "wajah" dari sebuah organisasi.
Bagaimana sebuah brand atau perusahaan bagus, bisa dilihat dari bagaimana cara seorang humas membawakannya. Dari penampilan, berpenampilan menarik dan open minded, periang, wajah ramah, dan sebagainya.
Perlu adanya public relations yang dapat menjadi penghubung dan mitra/ pebisnis lain untuk menjalin Kerjasama. Itu yang saya rasakan.
Saat ini, teknologi telah menjadi napas bagi setiap generasi dari mulai Gen X, Gen Y, Gen Z, sampai Gen Alpha.
Inilah budaya digital sebagai dampak dari kemunculan teknologi. Waktu, ruang dan bahasa menjadi satu entitas baru serta berada dalam satu napas di alam dan dalam ruang teknologi. Budaya realtime, borderless, dan html adalah perwujudan dari budaya baru, kadang kita gagap dan harus menyesuaikan diri, tetapi hidup di alam teknologi dan berdampak pada kehidupan konkret.
Review Buku Digital Public Relations
Buku Digital Public Relations menjelaskan secara lengkap tentang konsep Public Relations, kemudian konsep Digital Public Relations itu sendiri, elemen digital public relations, pemahaman tentang media digital, dan media sosial untuk public relations.
Buku ini adalah panduan bagi mereka yang tertarik dengan dunia Digital Public Relations. Kita akan diajak untuk menjadi orang yang pandai menjalin hubungan atau berkomunikasi dengan pihak luar.
Di dunia perusahaan, bagi kita yang bekerja di depan komputer, tentu lebih minim menjalin komunikasi seperti bagian pemasaran.
Dunia PR biasanya identik dengan dunia pemasaran. Bagaimana komunikasi itu sifatnya panjang dan tidak habis ketika membeli sesuatu terus sudah (baca: tidak ada komunikasi lanjut).
Bagi seorang Public Relations, dia masih akan butuh dengan mereka (relasi) yang bisa menjadi peluang penjualannya lagi di masa mendatang, sehingga menjalin hubungan tetap baik adalah sebuah “koentji” kemaslahatan, bukan saja silaturahim, tapi juga menjalin komunikasi tetap terjaga baik.
Di buku ini juga dijelaskan tentang sejarah bagaimana fase Digital Public Relations dimulai dari fase public relations 1.0, 2.0, 3.0, 4.0, 5.0.
Tujuan PR bukan untuk popularitas, melainkan niat baik dan pengertian. PR tidak berfungsi mempromosikan, tetap memastikan agar publik memiliki pandangan yang akurat tentang organisasi. (halaman 32)
Tujuan PR adalah memelihara dan menciptakan saling pengertian (aspek kognitif), menjaga dan membangun saling percaya (aspek afeksi), serta memelihara dan menciptakan kerja sama (aspek psikomotorik) antara perusahaan dengan publiknya (Nova, 2012: 24) PR lekat dengan bagaimana membangun relasi yang saling menguntungkan, pengertian, percaya, dan kerja sama dengan publik.
Bekerja di dunia penerbitan, seringkali juga ada “tim Traffic” sebagai lalu lintas pekerjaan yang bisa menjadi corong Perusahaan untuk daily (sehari-hari).
Komunikasi menjadi konsep utama dari PR karena untuk menjadikan organisasi dipahami dan dimengerti bahkan dicintai oleh public terletak pada konsistensi komunikasi yang empatik serta memenuhi kebutuhan publik.
Media are the house, content is king, optimation is queen (media sebagai rumah, konten sebagai raja, dan optimasi sebagai ratu). (halaman 38)
Baca juga: Yuk, Jadi Marketer Bukumu Sendiri!
Saat ini, platform juga menjadi salah satu komponen primer Digital PR. Ada di kantor saya, membuat aplikasi Go Ngaji. Itu juga bisa menjadi Digital Public Relations.
Sebagaimana penulis buku “Digital Public Relations” ini adalah seorang Dosen Prodi Ilmu Komunikasi Telkom University, aplikasi Go Ngaji yang diinisiasi oleh lulusan Tel-U juga yaitu Zuhdan Ihsan sebagai anak dari Owner Syaamil, Riza Zacharias, juga adalah pengaplikasian dari Digital Public Relations itu sendiri.
Selain itu ada juga saluran komunikasi dan konteks yang menjadi komponen dasar Digital PRjuga.
Komponen sekunder Digital Public Relations ada transparansi, kekayaan konten dan jangkauan. Ada yang menarik di point ini bahwa seorang PR juga harus pandai memperluas jangkauan.
Halligan dan Shah (2001: 123) menjelaskan bahwa salah satu yang harus dipunyai oleh seorang PR adalah mendengarkan. Seringkali diri sendiri tidak mampu melihat masalah yang sebenarnya. Begitu juga dengan Perusahaan.
Untuk menggali masalah utama dan mengetahui keinginan serta kebutuhan publik, Perusahaan harus mendengarkan apa yang disampaikan public, komunitas dan siapa pun yang memiliki relasi dengan organisasi. Jika terus dipelihara dan didukung, Perusahaan akan tumbuh serta berkembang dengan cepat.
Di dalam buku ini, kita akan menemukan banyak istilah yang sering ditemui dalam dunia instagram seperti reach traffic, impression, dan lainnya. Tentu istilah ini tidak asing lagi bagi influencer ataupun blogger. Bahkan terdapat bab tersendiri tentang Search Engine Optimization, dan konsep Blogging, serta corporate blogging di Indonesia pun dijelaskan dalam buku ini.
Kesimpulan
Digital Public Relations bukan saja tentang konsep tata muka langsung, membina hubungan, dan membangun branding. Tetapi juga bagaimana lewat media termasuk digital, Public Relations bisa berterima di masyarakat dan lewat mediasosial, bahkan email pun bukan hanya sarana pengirim dan penerima data, tetapi adalah Public Relations 4.0 yang memanusiakan. Maka optimasi media menjadi penting dan seorang Public Relations dapat terus belajar dan senantiasa bertumbuh menjadi lebih baik lagi. []
DATA BUKU
Judul Buku: Digital Public Relations
Penulis: Dudi Rustandi
Cetakan: Pertama, April 2024
Penerbit: : Penerbit Simbiosa Rekatama Media
Diterbitkan di: Bandung
Tebal: 244 halaman
ISBN: 978-623-6625-85-9
No comments