Novel Bekisar Merah - Ahmad Tohari |
Novel "Bekisar Merah" ini merupakan novel yang kaya akan lokalitas Indonesia yang kuat. Berlatar desa Karangsoga yang indah, terletak di kaki pegunungan vulkanik.
Ahmad Tohari mampu mendeskripsikan latar dengan baik. Saya dapat membayangkan desa yang damai dan indah. Cerita berlatar tahun 1961. Saya dapat membayangkan desa yang indah.
Lasi dan Darsa merupakan pasangan yang cocok. Bahkan setelah membaca keseluruhan novel, saya lebih suka mereka saat masih menjadi pasangan. Tapi dalam novel "Bekisar Merah" ini Lasi berkembang karakternya dan telah mengalami perkembangan dari hanya seorang perempuan Karangsoga, kemudian mengalami dunia yang baru untuknya.
Cerita seorang istri bernama Lasi yang minggat ke Jakarta karena sulit menerima kenyataan suaminya telah berselingkuh dan selingkuhannya hamil. Darsa seperti harus membalas budi dan mempertanggungjawabkan perbuatannya dengan menikahi Sipah. Bunek yang tertawa-tawa. "Dan betul Sipah memang pincang, tetapi hanya kakinya. Selebihnya ia memang tetap seorang perempuan."
Hati Lasi sakit. Lasi perempuan yang kecantikannya dikenal dan menjadi bunga desa. Bahkan saat bersuamikan Darsa, orang-orang akan mengira Lasi lebih cocok untuk menjadi istri Lurah. Bukti penulis ingin menunjukkan kecantikan Lasi disini.
Akhirnya, Lasi ikut bersama Pardi dan Sapon ke Jakarta menumpang truk, meski sebenarnya juga Lasi tidak tahu tujuan jelasnya kesana untuk apa.
Jujur novel ini cerdas menunjukkan realitas yang ada dan hal-hal yang terjadi di sekitar dan lapangan.
Saya pernah dengar bahwa sopir truk itu biasanya punya pacar di setiap sudut kota. Saya pikir itu hanyalah isapan jempol atau angin lalu, tapi saat membaca novel "Bekisar Merah" milik Ahmad Tohari, agaknya hal ini memang benar.
Jam sebelas malam truk pengangkut gula itu masuk Tegal dan berhenti mengisi bahan bakar. Pardi menyuruh Sapon naik ke bak truk dan tidur di bawah terpal karena sopir itu ingin memberikan tempat yang longgar kepada Lasi. Dengan melipat kedua kakinya Lasi dapat tidur lebih nyenyak karena bisa merebahkan diri di samping Pardi. Lasi lelap sepanjang jalan. Dia tidak tahu bahwa truk yang ditumpanginya berhenti lagi di Indramayu dan Pamanukan. Di Indramayu bahkan Pardi bahkan tidur dua jam dalam kamar sebuah warung makan. Sapon hafal, di warung ini pun Pardi punya pacar. (hlm 65)
Setting tempat Karangsoga juga sangat indah dituliskan oleh Ahmad Tohari.
"Karangsoga adalah sebuah desa di kaki pegunungan vulkanik. Sisa-sisa kegiatan gunung api masih tampak pada ciri desa itu berupa bukit-bukit berlereng curam, lembah-lembah, atau jurang-jurang dalam yuang tertutup berbagai jenis pakis dan paku-pakuan. Tanahnya yang hitam dan berhumus tebal mampu menyimpan air sehingga sungai-singai kecil yang berbatu-batu dan parit-parit alam gemercik sepanjang tahun. Karena banyaknya parit alam yang selalu mengalirkan air, banyak sekali titian yang menyambungkan jalan setapak di Karagsoga. Pipa-pipa bambu dibuat orang untuk menyalurkan air dari tempat tinggi ke kolam-kolam ikan, pancuran, atau sawah-sawah yang tanahnya tak pernah masam karena air selalu mengalir dan mudah dikeringkan. Bila hujan turun, air cepat terserap ke dalam tanah sehingga tak ada genangan dan sungai-sungai tetap jernih." (hlm 21)
Dahulu, sebelum mengenal pembuatan gula kelapa, orang Karangsoga menyadap pohon aren. Nira aren adalah bahan pembuat tuak yang sudah sangat lama dikenal orang. Namun sejak dianjurkan tidak minum tuak, orang Karangsoga mengolah nila aren menjadi gula untuk kebutuhan sendiri. Ketika gula aren mulai berubah menjadi bahan perdagangan, orang mulai berpikir tentang kemungkinan pembuatan gula dari nira kelapa. Di karangsoga penyadapan pohon kelapa berkembang sangat cepat karena meski subur dan tidak pernah kurang air, tanah datar yang bisa digarap untuk sawah dan tegalan terlalu sempit untuk jumlah penduduk yang terus meningkat. (hlm 22)
Kita bisa belajar sejarah juga dalam buku ini. Diksi bahasa Jawa dan puisi serta langgam Jawa pun terdapat dalam novel ini.
Cerita tentang jatuhnya harga gula menjadi fokus dalam novel ini, bagaimana ketidakberdayaan istri-istri penyadap ketika melihat harga gula jatuh. Hal itu masih terjadi dan meskipun buku ini telah melewati beberapa dekade, namun pembahasan gula tetap aktual sampai saat ini.
Tulisan Ahmad Tohari juga terdapat nilai-nilai Sastra Profetik, bagaimana ketika Darsa yang tidak pasti kemana melangkah. Pulang ke rumah untuk mendapatkan kehampaan yang amat menyakitkan hati, atau kembali ke batu datar di tengah kalirong untuk bersujud. Dan mungkin Darsa tak sepenuhnya sadar ketika langkahnya berkelok ke samping rumah Eyang Mus. Darsa membasuh kaki di kolam yang berdinding batu-batu kali lalu naik ke dalam surau.
Dalam surau itulah dulu Darsa menghabiskan setiap malam masa kanak-kanaknya. Kini ia kembali bukan untuk ngaji seperti dulu, melainkan untuk mencoba bercakap-cakap dengan kenyataan pahit yang sedang menghadang hidupnya.
Selain itu ada yang lain. "Lagipula selain berdoa, kamu tidak tahu harus berbuat apa, bukan? Yah, bacalah Hasbunallah wa ni'mal wakil dalam doamu inilah doa penguat hati bagi siapa saja yang merasa benar-benar tak berdaya. Cukuplah Tuhan mewakili dirimu dalam cobaan berat ini. InsyaAllah kamu bisa tenang dan semuanya akan terasa lebih ringan. (halaman 341)
Ahmad Tohari menulis dengan sudut pandang orang ketiga serba tahu, saya bisa menyaksikan Lasi dalam tulisannya. Di saat itu pula sudut pandang Kanjat, seorang dosen dan sekaligus cinta pertamanya Lasi.
Saya bisa melihat cover buku ini yang menarik, bagaimana bekisar merah lepas dari sangkarnya. Ibarat seorang Lasi yang lepas dari kurungannya dan bebas terbang kemana angin membawanya.
Dalam renungannya, Kanjat termenung menyadari sebuah ironi bahwa para penyadap yang hidup sengsara terbukti memberikan subsidi nyata kepada mereka yang hidup lebih makmur atau sangat makmur.
Para penyadap yang meletakkan nyawa di pucuk-pucuk pohon kelapa dan setiap saat terancam jatuh, berkontribusi untuk kemakmuran orang lain, sementara perut sendiri sering kosong.
Para penyadap, terpaksa percaya kemiskinan adalah suratan sejarah, akhirnya mampu menggantung harapan yang sangat sederhana, hendaknya keringat dan taruhan nyawa mereka bisa menjadi alat tukar untuk sekilo asin, sekilo berat plus garam. Namun harapan minimal lebih banyak hampa karena sering terjadi harga sekilo gula lebih rendah daripada harga sekilo beras.
Teman yang menampung Lasi adalah Bu Koneng. Dia juga bertemu dengan si Anting Besar dan si Betis Kering. Dan Bu Lanting yang menganggapnya seperti anak. Lasi hanya diberi tugas sederhana seperti menyiram bunga, dan lain-lain.
Lasi juga akhirnya harus menemani Pak Bambung kemanapun acara-acara penting. Hanya menemani saja, Lasi diberi kalung yang nilainya sangat mahal.
Disini pun Ahmad Tohari pun sebagai penulis menawarkan pemikiran bagus yang dapat dibagikan seperti pemberian kalung dari Pak Bambung.
"Ya, seperti dulu dikatakan Eyang Mus di Karangsoga, hanya Gusti Allah yang memberi tanpa ngalap imbalan apapun. Sedangkan manusia? Bahkan seorang Ibu sadar atau tidak, dalam berbagai cara dan bahasa sering menuntut kesetiaan anak sebagai imbalan jasa pengandungan, penyusuan, dan kasih sayang yang diberikan. (halaman 264)
"Ya, kalung itu kini mulai menagih imbalannya. Lasi menyesal telah menerimanya." (halaman 276)
Hal yang tidak masuk diakal adalah suaminya Mas Handarbeni melepaskannya dan membiarkan Lasi jadi milik Pak Bambung.
"Memang begitu Las. Dan inilah modelnya orang gedean. Tetapi kamu jangan salahkan Mas Han. Dia memang kehilangan beksiar kesayangannya, ya kamu tetapi Mas Han mendapat imbalan jadi direktur perusahaan perkapalan besar." (halaman 277)
Lasi mengarungi perjalanan panjang, sampai akhirnya bertemu dengan Kanjat. Menikah dan Lasi hamil, namun tetap harus kembali ke rumah Pak Bambung.
Hal yang mengecewakan baginya karena ia seperti terikat sampai di bulan ke-5 kehamilan Kanjat kehilangan kontak dengan Lasi dan Lasi masuk penjara.
Kanjat merasa tak bisa berbuat apa-apa, bahkan ketika ingin melihat istrinya dari dekat. Kanjat dengan sekuat tenaga ingin mengeluarkan Lasi dari penjara yang sedang hamil besar. Untunglah Kanjat kenal dengan pengacara.
Bahkan Lasi memandang masa lalunya ketika masih menjadi istri Darsa. Waktu itu Lasi merasa hidupnya bersahaja. Sayang Lasi keguguran ketika anak Darsa sudah empat bulan tumbuh dalam kandungannya.
Kemudian menjadi istri Handarbeni 2 tahun menjadi istri orang kaya namun masih juga belum hamil.
Lalu dilanjut menikah dengan Kanjat.
Dan puncak konflik keeesokan harinya, koran-koran dalam negeri sudah menurunkan berita tentang Bambung. Sebuah harian yang sangat berpengaruh memberitakan Bambung sudah ditahan oleh Kejaksaan Agung, untuk diteliti kemungkinan adanya tindak korupsi yang dilakukan bekas orang dekat penguasa itu.
Harian lainnya menyebutkan, bukan hanya Bambung yang dipanggil Kejaksaan, melainkan semua orang yang berada dalam lingkar pengaruhnya. Juga para pejabat di pusat maupun daerah yang diangkat melalui rekomendasi yang dibuatnya. Bahkan perempuan-perempuan piaraannya pun --tulis harian itu-- ikut diperiksa. Mereka tidak boleh pergi ke luar negeri dan rekening mereka di semua bank dibekukan. Sebuah koran pinggiran malah menulis besar-besar di halaman pertama, saat ini sedang terjadi debambungisasi habis-habisan dari pusat sampai ke daerah.
Kanjat kelimpungan karena Lasi termasuk kelompok perempuan piaraan Bambung. Bambung ditangkap. Kanjat akhirnya dapat menolong Lasi dengan bantuan pengacara Blakasuta.
Dialog favorit saya, "Truk gula? Kamu mau pulang ke Karangsoga naik truk gula?"
"Kemarin pun aku ke sini naik truk itu. Selain karena milik Emak, aku sudah terbiasa naik truk itu."
Blakasuta menggeleng. Tetapi mobilnya tetap dipacu ke tujuan yang diminta Kanjat.
Novel yang kaya akan penokohan, setting, dan memiliki banyak pengetahuan saat membacanya, dan makna hidup yang bisa digali. Bahkan ketika Lasi merasa terbebani awalnya diberikan kalung, dan secara tak sadar dia menikmati kekayaan dan kemudahan yang diberikan oleh Pak Bambung. Pesan moralnya adalah jauhilah dari hal-hal yang keji dan munkar. Kita juga bisa belajar dari Lasi yang pantang menyerah, meski terkadang serampangan di awal, dia bertanggung jawab dan melakukan hal dan segala sesuatu sesuai standar agama, tidak melenceng dan tetap beradab dan berakhlak mulia. Selamat membaca!
DATA BUKU
Judul: Bekisar Merah
Penulis: Ahmad Tohari
Cetakan: 2, Maret 2013
Penerbit: PT Gramedia Pustaka
Tebal: 360 hlm
ISBN: 978-979-22-6632-0
Apa kisah ini ada kaitannya sama istilah mbambung, ya? Artinya adalah menjadi gelandangan. Sepertinya enggak mungkin ya, orang tua memberi nama anak Gelandangan.
ReplyDeletepersis sama dengan pemikiran saya mbak :) kayaknya mustahil orang tua ngasih nama begitu sama anaknya, karena biasanya kan nama anak tuh yang bagus2 ya
DeleteGak ada kaitannya mba. Nama bambung kayaknya unik aja ya. Mungkin penulisnya punya maksud. Karena Bambung ini orang berpunya segala macem tp ya hasil dari korupsi
DeleteJd secara langsung maksudnya orang berpunya tp ya mgkn ga punya apa apa pada akhirnya karena tidak halal dan haus kekuasaan
DeleteNovel ini novel legendarIs yang sebetulnya sahib dibaca Tapi aku belum sempat membacanya. Baru tahu juga novel setting tahun 1961 tapi ditampilkan secara apik. Langsung mau Coba baca juga
ReplyDeletenice mba, bukunya sarat nilai-nilai kehidupan yaa, ternyata kebahagiaan itu gak melulu soal harta ya, karena buktinya orang yang punya harta ternyata hidupnya gak tenang yaa, intinya apa yang ditanam kelak ya itulah yang dituai yaa
ReplyDeleteBagus mbak intisari dari novel ini, sarat dengan makna kehidupan. Jadi meski jalan kehidupan manusia itu berbeda2 tapi setidaknya melakukan hal2 terpuji yang berpedoman pada syariat agama jauh lebih nyaman. Pada akhirnya kejujuran akan berbuah manis.
ReplyDeletePengin baca juga nihh
ReplyDeletekarena novel2 pak Ahmad Tohari tuh selalu keren
bisa meng-capture isu yg ada di masa2 tersebut
Harta baru bermanfaat dan membuat bahagia kalau berada di tangan orang yang tepat ya. Karena sumber kebahagiaan memang bukan harta tapi mirisnya banyak yang menghalalkan segala cara utk memperbanyak harta.
ReplyDeleteReview-annya lengkap banget, jadi memotivasi saya untuk baca novelnya lebih lengkap. Aku suka ceritanya karena dihubungkan dgn peristiwa2 yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Penulisnya keren banget ya menyampaikan pesan dari novel ini
ReplyDeleteMba...terima kasih sudah menuliskan tentang buku ini. Aaya jadi tahu ada buku dengan cerita indah yg membumi seperti ini.. Dan.bagaimanakah Lasi di.akhir cerita ini?
ReplyDeletePenasaran pengen juga baca bukunya. Ini jadi ceritanya pada selingkuh gitu ya mba.. Saya belum pernah baca buku karya Ahmad Tohari
ReplyDeleteSudah lama gak baca Novel dengan latar waktu lawas. Sebelumnya juga belum pernah baca Novel Karya Ahmad Tohari jadi setelah baca ulasan yang mendetail di atas kayaknya saya penasaran juga dengan dengan Novel Berkisar Merah ini.
DeleteNama karekter2nya unik ya mbak
ReplyDeletePermasalahannya komplek, kyknya kalau baca novel ini aku gak bisa cepat jd butuh waktu lbh buat baca :D
Tapi ceritanya lengkap ya, bahasa romansa, bahas nilai moral, bahasa kesedihan dll
TFS reviewnya
aduuuh aku udah lama banget ini ngga baca novel Indonesia..tapi ini bagus yaa
ReplyDeleteLangsung mau baca juga. Suka dengan karya-karya yang di isi dengan nasihat hidup tersirat dalam setiap ceritanya.
ReplyDeleteKarya Ahmad Tohari menggambarkan suasan desa yg begitu kental dan memiliki alur cerita yg banyak digemari oleh pembaca
ReplyDeleteSelingkuh memang membuat petaka ya mbak di dalam rumah tangga. Bukan kebaikan yang ada hanya dosa yang akan terus beranak pinak. Dari novel kadang tersembul hikmah bagi pembacanya ya mbak. Semoga seperti harapan mbak, semoga kita terhindar dari perbuatan keji dan mungkar, karena dosanya akan menimpa pada 40 orang tetangga kita.
ReplyDeleteSalah satu novel yang menurutku legendaris ih. Ahmad Tohari, bekisar merah. Meskipun mengisahkan masa lampau, tampai disampaikan dengan sangat menarik termasuk penyusunan konflik sosialnya :)
ReplyDelete