Gak kerasa masa pandemik ini udah lebih dari 3 bulan. Menjalani hari #dirumahaja tanpa ketemu dengan teman, dan lainnya. Apa yang paling dikangenin? tentunya ketemu dengan orang tua. Iya kan?
Di akhir Ramadhan ini juga ingin mudik rasanya. Kalau temen-temen gimana?
Terakhir ketemu berbuat baik kan ke orang tua? Jangan sampai menyakiti hatinya ya teman.
Bagaimana sikap kita ketika bertemu orang tua? Al Quran menjelaskannya dalam al quran ayat 24, yakni “wakhfiḍ lahumā janāḥaż-żulli minar-raḥmati wa qur rabbir-ḥam-humā kamā rabbayānī ṣagīrā.”
‘Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil".’ (QS Al Isra: 24)
Allah menggunakan kata “jannaha”, secara bahasa “jannaha” itu sayap. Kalau binatang bersayap bisa terbang tinggi, tapi ketika kita berhadapan dengan orang tua “wahfidz” rendahkanlah dirimu, ibaratnya tutuplah sayapmu di hadapan kedua orang tuamu.
Jadi ketika di hadapan orang tua kita itu harus “wafidz” kita harus menutup, merendahkan diri kita.
Jangankan pada orang tua yang Muslim, tapi sama orang tua yang berbeda agama pun yang musyrik tetap kita diperintahkan untuk berbuat baik bahkan mentaati mereka, sepanjang tidak bertentangan dengan syariat.
Seperti kisah Asma binti Abu Bakar ketika dikunjungi Ibunya yang bukan Muslim. Tepatnya setelah Abu Bakar dan Asma masuk Islam, Sang Ibu mendatangi Asma dan membawa banyak makanan, Asma tidak langsung menerima,
Asma bertanya dulu kepada Rasulullah saw. “Ya Rasulullah, bagaimana ini, saya dapat makanan dari Ibu saya, apakah diterima?”
Kata Rasulullah saw. “Ya terimalah, berbuat baiklah kepada Ibumu.”
Kisah tersebut menjelaskan bahwa meski orang tua berbeda keyakinan dengan kita, ia tidak taat kepada Allah Swt., gak taat kepada Rasulullah saw., itu tetap Allah Swt. memerintahkan kita untuk menyayangi mereka, untuk menghormati mereka. Terlebih kepada orang tua kita yang taat kepada Allah Swt. itu lebih besar lagi rasa sayang kita kepada mereka.
“Warhamhumaa kamaa rabbayaani shagiira,” “dan sayangilah keduanya seperti mereka menyayangi kita sewaktu kecil.”
Menyayangi mereka seperti menyayangi kita sewaktu kecil. Jika kita ingat waktu kecil, semasa kita kecil mungkin kita sering berbuat salah, marah, sulitnya mengurus kita, tapi tetap orang tua memaafkan. Sebagai seorang anak, tentu juga kita ingin Allah bersikap seperti itu kepada kedua orang tua kita: memaafkan dengan keterbatasan mereka, misalnya mungkin cacat di amal, atau yang lain, tapi tetap Allah Swt. tetap sayang pada mereka.
Jadi wajar sebagai anak jika kita telah beranjak dewasa, dan akan menikah, atau sudah menikah pun, melihat mereka mungkin tak terasa dari hari ke hari semakin tua, maka upayakan untuk terus bisa bertoleransi, bertenggang rasa, memaafkan, menerima, lapang dengan keterbatasan-keterbatasan orang tua kita, khususnya dengan Ibu.
Mengapa? Karena beda zaman, akses ilmu juga beda. Jadi berbarengan dengan harapan kita agar doa orang yang selalu terucap waktu kecil. Kita juga harus membuka melapangkan hati untuk mereka.
Hak ibu
Dari Abu Hurairah r.a berkata, “Seseorang datang kepada Rasulullah saw. dan berkata, “Wahai Rasulullah saw.,kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?” Nabi saw. menjawab, “Ibumu.” Dan orang tersebut kembali bertanya, “Kemudian siapa lagi?” “Ibumu.”
Orang tersebut bertanya kembali, “Kemudian siapa lagi?” Orang itu menjawab, “Ibumu.”
Orang tersebut bertanya lagi, “Kemudian siapa lagi?” Nabi saw. kemudian menjawab, “Kemudian Ayahmu.” (HR Bukhari Muslim)
Jadi disini ketika ditanya, “Kepada siapa aku harus berbuat baik? Aku harus berbakti pertama kali?” Maka dijawab adalah “Ibumu.” Kepada harus berbakti? “Kepada Ibumu lagi.” Dan kepada siapa lagi? “Ya kepada Ibumu lagi.”
Jadi disini disebutkan bahwa Ibu lebih berhak atas anaknya dengan bagian yang lebih lengkap, seperti kebaikan dan juga pelayanan. Hal ini bisa difahami dari kerepotan dari mulai hamil, melahirkan, dan menyusui.
Dan jika hal ini hanya bisa dikerjakan oleh seorang Ibu dengan berbagai penderitaannya, kemudian Ayah menyertainya dengan tarbiyah, pembinaan, atau pengasuhan.
Bukan mengecilkan peran Ayah, peran Ayah juga sangat besar. Namun disini berdasarkan hadits ini bahwa kepada siapa anak itu berbakti pertama kali? Jadi kepada Ibu-ibu kita.
Ibu memiliki hak yang besar atas anak laki-lakinya.
Dalam hadits lain disebutkan, dari Aisyah, “Aku telah bertanya kepada Nabi saw., “Siapa yang paling memiliki hak paling besar atas seorang wanita?” Nabi saw. menjawab “Suaminya.” Aku bertanya lagi, “Siapa yang memiliki hak paling besar atas seorang laki-laki?” Rasulullah saw. menjawab, “Ibunya.”Ini sebagai catatan bagi kita untuk yang sudah menikah atau belum, bahwa meskipun sudah menikah, tapi tetap yang namanya laki-laki itu milik Ibunya. Dan kelak jika kita telah menikah, kita harus mendorong agar suami selalu menempatkan Ibunya lebih utama, dan jangan malah bikin bingung, karena kita cemburu karena suami peduli dengan Ibunya. Jangan sampai seperti itu. Tapi sama sama harus mengingatkan.
Jadi ketika kita sudah jadi menantu, tetap ibu suami memiliki hak besar atas anak laki-lakinya. -Jadi pengen punya anak laki-laki ^^
Tetap ada namanya akhlak, mu’asyarah bil ma’ruf, bukan ketika ada dua hal uang prioritas yang sama tetap bisa dibincangkan, diperbincangkan bukan artinya harus memilih salah satu.
Berbuat baik kepada kedua orang tua itu harus berlomba-lomba. Memberi mereka, tidak akan merugikan kita. Justru mendatangkan pahala. Ingat bahwa orang tua kita tidak pernah takut miskin untuk kita, orang tua tidak pernah mengeluh capek untuk kita.
Buatlah mereka tertawa, sebelum kita tidak bisa bertemu mereka. kemudian senangkanlah hati kedua orang tua mentaati mereka, sepanjang tidak dalam hal yang maksiat.
Semoga kita tidak lupa untuk menyapa mereka di sela aktivitas-aktivitas kita, dan senantiasa menjadi anak yang berbakti kepada kedua orang tua sampai akhir hayatnya.
Berbuat baik kepada kerabat kedua orang tua juga termasuk memperpanjang tali silaturahim. Apalagi sekarang teknologi begitu canggih, meski tidak bertatap muka, terhalang oleh pandemik, kita bisa video call dan bersabar. Semoga itu jadi wasilah kita untuk menjadi anak yang shaleh. []
No comments