Kondisi Negara-negara Arab dan Islam lainnya tidak lebih baik dari Mesir. Barat mencengkram segenap potensi Negara-negara Arab dan Islam. Itu merupakan bagian dari upaya mereka menciptakan kelas masyarakat elit yang dibesarkan di bawah asuhan penjajah dan disusui dengan kebudayaan penjajah, lalu dipersiapkan untuk memimpin bangsanya sesuai dengan keinginan penjajah. (Muhammad Abduh, hlm 11)
Atas keresahan melihat kebatilan merajalela, Hasan Al Banna dengan dorongan ghirah yang berkobar dalam hati, beliau bertekad memulai tonggak dakwahnya.
Hasan Al Banna berfikir bahwa di masjid hanya generasi tua yang nyaris tutup usia yang mengisi, ia pun memulai dakwah dari kafe ke kafe setelah meminta izin kepada pemilik kafe untuk mematikan pengeras lagu selama lima menit, beliau berceramah. Hal tersebut memberi kesan mendalam bagi enam orang karyawan dan pelajar. Mereka pun bersepakat untuk membentuk benih pertama gerakan Ikhwanul Muslimin dengan menyewa sebuah ruangan di kantor Syekh Ali Syarif yang terletak di jalan Faruq. Ruangan ini diberi nama Madrasatut Tahdzib lil Ikhwanul Muslimin (Madrasah Pendidikan Ikhwanul Muslimin).
Materi yang diberikan pun masih sangat sederhana hanya membetulkan bacaan Al-Quran sesuai dengan hukum-hukum tajwid, menghafal beberapa surah pendek, dan beberapa hadits yang disertai dengan penjelasannya.
Bagaimana Imam Hasan Al Banna berinteraksi dengan akidah?
Dakwah kita adalah dakwah tauhid. Dakwah kita menegaskan bahwa Al-Quran dan As Sunnah merupakan dua sumber utama pengetahuan kaum Muslimin. Dakwah kita menolak praktik pembunuhan, perdukunan, dan ramalan akan hal-hal yang gaib, yang tentunya bertentangan dan mengguncang akidah. Dakwah kita sangat mendambakan kemuliaan jiwa manusia dan menjauhkannya dari setiap jebakan prasangka dan penyimpangan.Hasan Al Banna rahimahullah dalam prinsip keempat, “Segala bentuk jimat, pengobatan ruqyah, wada’, ramalan cenayang, perdukunan, dan klaim mengetahui hal-hal yang gaib dan sejenisnya adalah kemungkaran yang harus diberantas, kecuali jika berupa ayat Al-Quran atau ruqyah (pengobatan) yang berasal dari Rasulullah saw.” (hlm 25)
Oleh karena itu yang harus dilakukan oleh pengikut dakwah adalah mempelajarinya untuk mengenal tujuan dakwah. Maka kita dituntut pula untuk mempelajari seluruh sasaran, sarana dan tahapan dakwah. Mengikuti setiap kegiatan dan manhaj untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
Imam Hasan Al Banna menyatakan, “Pembinaan dan islamisasi masyarakat bisa dilakukan dengan cara menyebarkan seruan untuk mengamalkan kebaikan, memberantas kehinaan dan kemungkaran, mendukung nilai-nilai positif, menggalakkan dan giat melakukan kebaikan, serta memengaruhi masyarakat umum agar mendukung fikrah Islam dan senantiasa mewarnai setiap aspek kehidupan masyarakat dengannya. Semua itu adalah kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap akh, sekaligus kewajiban jamaah sebagai institusi aktif.”
Bab 2 Sarana dan Persiapan
Aktivis Islam tidak boleh lepas dari unsur Rabbaniyah, yakni tidak boleh lepas dari sumber ajaran Islam, baik melalui Al-Quran dan As Sunnah. Aktivis dakwah sejati adalah seorang abid (orang yang taat beribadah) kepada Allah Swt., taat kepada ajaran-Nya, dan tunduk kepada kebesaran-Nya.Asy Syahid Imam Al Banna berkata, “Kebanyakan manusia memandang dakwah-dakwah yang ada dari aspek-aspek lahiriah dan penampilan luar. Mereka sering melupakan faktor-faktor kejiwaan dan naluri ruhiyah. Inilah bekal dakwah yang sebenarnya, yang menjadi landasan kemenangan dan perkembangan dakwah. (hlm 66)
“Wahai generasi muda perbaikilah imanmu, tentukan tujuan dan sasaranmu. Sesungguhnya kekuatan yang paling utama adalah iman. Iman akan menghasilkan persatuan dan persatuan akan menghasilkan kemenangan besar dan nyata. Berimanlah, berukhuwahlah, berbuatlah, lalu tunggulah kemenangan itu. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang beriman.” (hlm 66)
“Wahai saudaraku, munajat paling baik yang engkau lakukan adalah berduaan dengan Allah di saat kebanyakan manusia tertidur lelap, ketika malam telah sunyi, ketika tabir kegelapan telah menyelimuti, dan bintang-bintang berkedip di kejauhan. Saat itulah engkau membangunkan hari dan mengingat Allah, mengakui segala kelemahanmu dan menyanjung segala kebesaran-Nya sehingga engkau merasa tenang berada di hadapan-Nya dan hatimu juga tenang karena mengingat-Nya.
Engkau merasa bahagia dengan segala anugerah-Nya, air matamu berderai karena takut kepada-Nya. Engkau merasakan pengawasan-Nya dan terus mengungkapkan permohonan yang tulus. Engkau tiada henti beristighfar dan menyampaikan seluruh kebutuhanmu kepada Zat yang Mahakuasa atas segala sesuatu dan tidak ada yang bisa mengalihkan perhatian-Nya.” (hlm 70-71)
Beberapa kisah dapat menjadi hikmah ketika melemahnya kemauan yang kuat, menyebabkan mereka terjerumus ke lemah diri, menjadi masyarakat yang lemah dan sesat. Seperti Bani Israel diuji dengan hari Sabtu ketika mereka dilarang menangkap ikan di laut pada hari Sabtu dan waktu khusus untuk beribadah, tapi mereka mengakali larangan pada hari Jumat lalu mengangkat jaring pada hari Ahad.
Dengan demikian terbongkarlah kepalsuan permohonan mereka kepada Allah. Karenanya Allah menjatuhkan hukuman kepada orang-orang yang kemauannya lemah dan rapuh itu. Sedangkan orang-orang yang memiliki kemauan dan tegar, selamat dari siksa-Nya.
Contoh lain ketika Perang Tabuk. Ujian yang berat karena pada saat itu buah kurma mulai matang, dan tiba masa panen. Sementara pada saat itu musim yang sedang berlangsung adalah musim panas yang memuncak. Ternyata tidak sedikit yang menghindar dan tinggal bersama orang-orang yang lemah. Mereka berdalih dengan alasan yang mengada-ada untuk menutupi kelemahan jiwa yang tercermin dalam kelemahan kemauan saat menghadapi godaan dunia.
Umat yang berjihad dituntut untuk memiliki kemauan yang kuat dan tegar selama menempuh perjalanan jihadnya yang panjang. Hal ini agar mereka dapat meraih kehidupan yang terhormat dalam sebuah kemenangan yang gemilang.
Bagaimana cara memperkuat kemauan?
Memiliki keinginan yang kuat untuk mencapai tujuan. Jika seseorang memiliki keinginan yang tulus, maka Allah Swt. akan menolongnya.
“Dan orang-orang yang berjiihad untuk (mencari keridhaan) Kami benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami.” (QS Al Ankabut: 69)
Beberapa indikator kesungguhan dan semangat tinggi yaitu:
- Melaksanakan shalat tepat pada waktunya
- Selalu datang dan disiplin dalam pertemuan liqa
- Ringan tangan ketika ada tugas mendadak
- Mudah memberi sumbangan finansial untuk dakwah
- Tidak mengikuti jejak orang-orang malas dan terbelakang
- Menggunakan semua potensi, keahlian, bakat dan kemampuan yang dimiliki serta menunaikan hak umat dan kewajiban dakwah
Dalam konteks dakwah, keteladanan artinya selain memiliki akidah yang lurus dan iman yang kuat, seorang dai harus berakhlak baik dan memiliki semangat yang tinggi. Selain menguasai ilmu yang luas, dia juga harus memiliki pemahaman amaliah yang baik, mau mendakwahkannya, sabar dalam melaksanakannya dan tabah. (hlm 94)
Dalam buku ini juga diterangkan mengenai kiat memengaruhi orang lain, dari mulai mengenali sahabatmu dengan baik, jangan memaksa orang lain untuk mengikutimu, jangan terlalu banyak mengkritik, jangan membicarakan kejelekannya, selalu terbuka untuk memaafkan, jangan tampakkan muka masam di hadapannya.
Selain itu salah satu bekal dakwah untuk menempuh perjalanan dakwah dan dakwah sangat bergantung kepadanya adalah menjaga kerahasiaannya. Karena musuh-musuh dakwah selalu mengintai dan mencari celah untuk menembus dakwah.
Imam dakwah Hasan Al Banna mengorbankan jiwa dan raganya untuk memenuhi janjinya kepada Allah Swt. dalam mengemban dakwah. Langkah beliau diikuti segenap sahabat seperjuangan yang tetap teguh menjalankan misi dakwah sekalipun harus menerima berbagai macam intimidasi. Meski harus dipenjara dan diasingkan. Bahkan di antara mereka ada yang meninggal karena beratnya siksaan ditimpakan kepada mereka.
Dakwah kita juga harus dibangun berdasarkan keteguhan dalam menepati janji dan implementasinya, tidak akan keluar dari barisan dakwah, mengutamakan kepentingan dakwah atas kepentingan pribadi, tidak merasa benar sendiri dan tidak egois ketika berbenturan dengan kedisiplinan dan peraturan dakwah, memberi perhatian kepada orang-orang yang ikut menopang dakwah, serta tidak pernah segan memberi dukungan finansial kepada dakwah dan selalu mendukung segala bentuk kegiatan dan kebajikan yang dilakukan untuk dakwah.
Selain itu bergabung dengan dakwah menuntut konsekuensi yang harus dipenuhi yakni berkorban. Pengorbanan menurut Imam Hasan Al Banna adalah mempertaruhkan nyawa, harta, waktu, dan hidup serta segala sesuatu demi mencapai tujuan. Di dunia ini tidak ada jihad yang tidak menuntut pengorbanan. Pengorbanan-pengorbanan yang diberikan akan menjadi pahala yang besar dan ganjaran yang baik. Allah Swt. berfirman, “Sesungguhnya, Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka.” (QS At Taubah: 111)
Aktivis dakwah dituntut agar mengetahui substansi dan nilai waktu, karena kewajiban-kewajiban yang harus ditunaikan olehnya jauh lebih banyak daripada waktu yang tersedia. Ibnu Qayyim rahimahullah berkata, “Sebenarnya waktu yang dimiliki oleh manusia adalah umurnya sendiri yang terus berjalan perlahan seperti gerakan awan. Setiap waktu yang digunakan untuk Allah, itulah kehidupan dan umurnya. Sementara itu, waktu yang digunakan selain dengan tujuan tadi tidak dianggap sebagai waktu (yang berarti) bagi hidupnya. Jika dia terus hidup, maka hidupnya sama dengan kehidupan binatang. Jika dia menghabiskan waktu dalam keadaan lalai, lupa diri, dan membangun harapan-harapan batil, maka waktu yang terbaik yang dilaluinya adalah ketika tidur dan menganggur. (hlm 131)
Kehidupan aktivis dakwah berada diantara dua cengkraman, yaitu cengkraman penguasa tiran (zalim) dan cengkraman malaikat pencabut nyawa yang sama-sama mengintainya setiap saat. Bentuk cengkraman penguasa tiran adalah penangkapan, penahanan, dan penghalangan untuk melakukan dakwah serta menolong agama Allah. Sedangkan bentuk cengkraman kedua, yakni cengkraman malaikat pencabut nyawa, lebih dahsyat dan mengerikan. Sebab, jika maut sudah tiba saatnya, tidak ada kesempatan untuk kembali ke dunia.
Imam Al Banna berkata, “Dai harus teratur dalam segala urusannya.” Di satu sisi, dai dituntut agar bisa menyeimbangkan berbagai kebutuhan hidupnya, seperti makan, minum, berinteraksi dengan keluarga, dan tuntutan-tuntutan dakwahnya, seperti pertemuan liqa, seminar, pengajian dan ceramah.
Bab 3 Kewajiban-kewajiban praktis
Ustadz Sayyid Qutb berkata, “Orang-orang yang beriman kepada Allah dan yakin dengan hari pembalasan tidak akan menunggu izin (penugasan) untuk mengerjakan kewajiban. Mereka tidak akan malas menjawab panggilan jihad di jalan Allah dengan harta dan nyawanya, namun dia akan segera melakukannya, baik dalam keadaan senang maupun susah saat menerima perintah Allah, sebagai bukti ketaatan kepada perintah-Nya dan keyakinan atas pertemuan dengan-Nya. Mereka akan mengajukan diri secara sukarela sehingga tidak perlu menunggu perintah apalagi izin dari orang lain.” (hlm 144)Agama ini hanya akan menang ketika diperjuangkan oleh orang-orang yang gigih, ikhlas dan mau beramal.
Selain itu penting untuk tidak pasif. Hal ini yang mendorong Hubab bin Mundzir yang mempertanyakan kembali posisi lokasi pasukan muslim di Badr kepada Rasulullah saw. saat beliau memutuskan untuk menempati lokasi yang dinilai tidak tepat.
Dengan penuh percaya diri dan proaktif, Hubab bertanya, “Ya Rasulullah, apakah engkau memilih tempat ini karena perintah langsung dari Allah atau hanya pendapat pribadi dan strategi perang darimu?” Rasulullah saw. menjawab, “Ini merupakan pendapat pribadi dan strategi perang dariku.”
Berdasarkan jawaban ini, Hubab memberi masukan kepada Rasulullah saw. agar pindah ke tempat yang dekat dengan mata air Badar. Rasulullah saw. pun menyetujuinya.
Aktivis dakwah harus menyadari bahwa taklif bersifat individual di hari kiamat. “… dan tiap-tiap mereka akan datang kepada Allah pada hari kiamat dengan sendiri-sendiri.” (QS Maryam: 95)
Siap menunaikan kewajiban Finansial untuk dakwah
Ibnu Taimiyah berkata, “Orang yang tidak mampu berjihad dengan fisik, tetapi mampu berjihad dengan harta, maka wajib baginya berjihad dengan hartanya itu.”
Para aktivis dakwah harus meneladani Utsman bin Affan ra. ketika menyumbangkan hartanya di jalan Allah sehingga mendapat keuntungan besar. Bahkan Rasulullah saw. berkata, “Apa pun yang dilakukan oleh Utsman setelah (kejadian) hari ini tidak akan berpengaruh buruk kepadanya.”
Memegang teguh sarana-sarana tarbiyah yang telah ditentukan oleh jamaah
Keberhasilan usrah dalam mencapai tujuan, melaksanakan aktivitas dan menyelesaikan tugas berkaitan dengan unsur yang memiliki kedudukan yang sama, tiga rukun yang dicetuskan oleh Hasan Al Banna yakni taaruf (saling mengenal), tafahum (Saling memahami) dan takaful (solidaritas). Tiga unsur tersebut adalah murabbi, murabba (anggota yang dididik), dan manhaj (kurikulum dan sistem).
Seorang aktivis dakwah tidak boleh meninggalkan pertemuan kecuali dengan alasan syar’i atau keperluan yang mendesak.
Dalam sub bab, menjaga privasi sesama aktivis dakwah, bahwa kita harus memperhatikan hal-hal berikut ketika mendengar atau menyebarkan berita dari orang lain, yakni:
1. Membiarkan hati dan nurani yang memberikan penilaian
2. Mencari bukti dan alasan yang kuat
3. Mendahulukan prasangka baik sebelum berprasangka buruk
4. Melakukan klarifikasi sebelum menuduh
5. Mempertimbangkan bahaya dan dampak negatif yang akan timbul jika isu tersebar
6. Tidak boleh menelan isu mentah-mentah
7. Mengumumkan bebasnya seseorang dari tuduhan ketika terbukti tidak bersalah
8. Menghukum setiap orang yang membuat dan menyebarkan isu bohong
Aktivis dakwah bukan hanya selalu hadir dalam kegiatan dakwah, namun juga harus berpartisipasi aktif di dalamnya agar meraih pahala. Selain itu dia juga mengikuti perkembangan berita jamaah. Mengikuti perkembangan berita dakwah adalah bagian dari loyalitas kepada dakwah.
Bab 4 Bahaya dan Rintangan
Sebagai aktivis dakwah, penting menghindari hal-hal yang memicu perselisihan dan perpecahan, seperti ingin menang sendiri, suka berdebat dan membantah. Rasulullah saw. pernah bersabda, “Aku adalah pemimpin sebuah rumah di tengah surga bagi orang yang meninggalkan perdebatan sekalipun dia benar, dan sebuah rumah di pinggiran surga bagi orang yang meninggalkan perdebatan, sedangkan dia salah.”Rintangan aktivis dakwah juga adalah mengutamakan kepentingan pribadi atas kepentingan bersama dan sering izin untuk tidak menghadiri liqa. Padahal seharusnya alasan tidak hadir harus benar dan realistis, meminta izin tidak menjadi sifat dan kebiasaannya, seperti orang lemah, orang sakit, dan orang yang tidak memiliki bekal.
Bahaya dan rintangan bagi aktivis dakwah yang lain pula adalah berambisi ingin menjadi pemimpin dan terlalu percaya diri.
Dr. Sayyid Muhammad Nuh berkata, “Fakta telah membuktikan bahwa ada sebagian orang yang harus turun dari jabatan pimpinan menjadi prajurit biasa karena alasan tertentu. Saat itu, dia tidak bisa menerima, apalagi selama ini dia menganggap kepemimpinan adalah kehormatan, bukan beban yang harus dipertanggungjawabkan. Dia melihatnya sebagai sumber keuntungan, bukan konsekuensi yang harus diemban. Ketika tetap harus mundur, dia menjadi pasif dan meninggalkan kewajibannya.”
Ada suatu kasus seorang anak muda yang penuh semangat dalam melakukan aktivitas Islam sehingga diangkat untuk mengajar dalam sebuah halaqah. Karena suatu sebab, dia diminta untuk menjadi murid biasa dan tidak lagi mengajar. Ia kemudian berubah meninggalkan kewajiban-kewajiban di pundaknya. Semestinya kita belajar dari Khalid bin Walid saat menerima surat pencopotannya
sebagai panglima perang pada zaman Amirul Mukminin menjadi prajurit biasa, beliau mengatakan, “Demi Allah, jika Umar mengangkat seorang pemimpin berkulit hitam, maka aku pasti menerima dan mematuhinya selama dia memimpinku dengan petunjuk Kitabullah (Al-Quran).”
Maka rintangan-rintangan dalam perjalanan dakwah adalah bagian dari sunnah dakwah. Oleh sebab itu mengenali dan menguasai rintangan-rintangan dakwah jelas sangat penting bagi setiap aktivis agar dapat tetap melanjutkan perjalanan dan bertahan.
Buku ini kembali mengingatkan kita agar selalu memperbarui komitmen kita berada dalam jamaah dakwah. Untuk selalu segenap hati, jiwa, raga, mencintai dakwah, dengan segala rintangan dan lika liku dakwah. Belajar dari Rasulullah saw. dan para sahabat, untuk mendapatkan hadiah terindah dari Allah Swt. []
DESKRIPSI BUKU
Judul buku : Komitmen Dai Sejati
Judul asli : Madza Ya’ni Intima’I lid Da’wah
Penerbit : Darut Tauzi’ wan Nasyr Al Islamiyyah (Kairo)
Karya : Muhammad Abduh
Cetakan : V, Januari 2009
Penerbit : Al I'tishom Cahaya Umat, Jakarta Timur
ISBN : 979-3031-30-3
No comments