sumber |
Melanjutkan tulisan sebelumnya, baca Rukun Baiah part 1, kali ini akan dibahas mengenai rukun baiah keenam sampai kesepuluh. Selamat menyimak!
Ath Thaah, rukun ke-6
“Dan sesungguhnya kalau Kami perintahkan kepada mereka, ‘Bunuhlah dirimu atau keluarlah kamu dari kampungmu.’ Niscaya mereka tidak akan melakukannya kecuali sebagian kecil dari mereka. dan sesungguhnya kalau mereka melaksanakan pelajaran yang diberikan kepada mereka, tentulah hal yang demikian itu lebih baik bagi mereka dan lebih menguatkan (iman mereka). dan kalau demikian, pasti Kami berikan kepada mereka pahala yang besar dari sisi Kami. Dan pasti Kami tunjuki mereka kepada jalan yang lurus. Dan barangsiapa yang menaati Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: para nabi, para shiddiqin, orang-orang yang mati syahid, dan para shalihin. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. Yang demikian itu adalah karunia dari Allah, dan Allah cukup mengetahui.” (An Nisa, 66-70)
“Yang kami maksud dengan tha’ah adalah melaksanakan perintah dan merealisasikan dengan serta merta, baik dalam keadaan sulit maupun mudah, bersemangat maupun malas. Yang demikian itu karena tahapan dakwah ini ada tiga” ta’rif (pengenalan), takwin (pembentukan), dan tanfidz (pelaksanaan).
Ats Tsabat, rukun ke-7
“Yang kami maksud dengan tsabat adalah tetaplah Anda sebagai aktivis dakwah dalam kondisi apa pun. Anda senantiasa aktif berjuang pada jalan yang dituju walaupun masanya panjang –bahkan sampai bertahun-tahun, sampai nanti bertemu Allah Rabbul ‘Alamin dalam kondisi seperti itu—dengan meraih salah satu dari dua kebaikan, berhasil mencapai tujuan atau meraih syahadah pada akhirnya.
“Dan di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah, maka diantara mereka ada yang gugur. Dan diantara mereka ada pula yang menunggu-nunggu dan mereka sedikit pun tidak mengubah janji-Nya. (QS Al Ahzab: 23)
Waktu bagi kami merupakan bagian dari solusi, sebab jalan dakwah itu panjang, jauh jangkauannya, dan banyak rintangannya. Tapi semua itu adalah cara untuk mencapai tujuan dan ada nilai tambah berupa pahala dan balasan yang besar serta menarik. (Hasan Al Banna)
At Tajarrud, rukun ke-8
“Yang kami maksud dengan tajarrud adalah bahwa engkau harus membersihkan pola pikirmu dari berbagai prinsip, nilai dan pengaruh individu, karena ia adalah setinggi-tinggi dan selengkap-lengkapnya fikrah.”
Sibghah Allah. Dan siapakah yang lebih baik shibghahnya daripada sibghah Allah? (QS Al Baqarah: 138)
“Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia, ketika mereka berkata pada kaumnya, ‘Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah. Kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja.” (QS Al Mumtahanah: 4)
Manusia dalam pandangan akh yang tulus adalah salah satu dari enam golongan manusia: muslim pejuang, muslim yang duduk-duduk, muslim pendosa, dzimmi atau mu’ahid (orang kafir yang terikat dengan perjanjian damai), muhayid (orang kafir yang dilindungi), atau muharib (orang kafir yang memerangi). Dalam timbangan Islam, masing-masing dari mereka memiliki hukumnya sendiri. Dalam batas-batas inilah individu atau lembaga ditimbang; berhakkah ia mendapat loyalitas atau sebaliknya; permusuhan? (Hasan Al Banna)
Al Ukhuwwah, rukun ke-9
“Yang kami maksud dengan ukhuwah adalah terikatnya hati dan ruhani dengan ikatan aqidah. Aqidah adalah sekokoh dan semulia-mulianya ikatan. Ukhuwah adalah saudara keimanan, sedangkan perpecahan adalah saudara kembar kekufuran. Kekuatan yang pertama adalah kekuatan persatuan; tidak ada persatuan tanpa cinta kasih. Minimalnya cinta kasih adalah kelapangan dada dan maksimalnya adalah itsar (mementingkan saudaranya daripada diri sendiri).
“Barangsiapa dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS Al Hasyr: 9)
Al Akh yang tulus melihat saudara-saudaranya yang lain lebih utama daripada dirinya sendiri, karena jika ia tidak bersama mereka maka tidak dapat bersama yang lain. Sementara mereka, jika tidak dengan dirinya maka dapat bersama dengan orang lain. Sesungguhnya serigala hanya makan kambing yang terlepas sendirian. Seorang mukmin dengan mukmin yang lain ibarat sebuah bangunan, yang satu mengokohkan yang lain.
“Orang-orang mukmin laki-laki dan orang-orang mukmin perempuan, sebagian mereka menjadi pelindung bagi lainnya.” Demikianlah seharusnya kita. (Hasan Al Banna)
Ats Tsiqah, rukun ke-10
“Yang kami maksud dengan tsiqah adalah rasa puasnya seorang tentara atas komandannya, dalam kapasitas kepemimpinannya maupun keikhlasannya, dengan kepuasan mendalam yang menghasilkan perasaan cinta, penghargaan, penghormatan dan ketaatan.
“Maka demi tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka suatu keberatan terhadap suatu keputusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS An Nisa: 65)
Pemimpin adalah unsur penting dakwah; tidak ada dakwah tanpa kepemimpinan. Kader kepercayaan –timbal balik, antara pemimpin dan pasukan- menjadi neraca yang menentukan sejauh mana kekuatan sistem jamaah, ketahanan khithahnya, keberhasilan mewujudkan tujuan dan ketegarannya menghadapi berbagai tantangan.
“Maka lebih utama bagi mereka; ketaatan dan perkataan yang baik.”
Kepemimpinan –dalam dakwah ikhwan- memerankan posisi orang tua dalam hal ikatan hati, memerankan posisi guru dalam hal fungsi kepengajaran, posisi syaikh dalam aspek kependidikan ruhani, dan posisi komandan dalam aspek penentuan kebijakan secara umum bagi dakwah.
Sesungguhnya, dakwah ikhwan menghimpun pengertian ini secara keseluruhan. Tsiqah kepada kepemimpinan adalah segala-galanya bagi keberhasilan dakwah. (Hasan Al Banna)
Sumber: buku Teladan Tarbiyah dalam Bingkai Arkabul Bai'ah
No comments