Sebulan yang lalu, (15/4), tepat seminggu sebelum hari Kartini, saya mengikuti bincang-bincang Reformulasi
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dengan Model GBHN yang diisi oleh Bu
Ledia Hanifa, pengganti wakil Ketua DPR Fahri Hamzah. Acara berlangsung Jumat,
bada ashar di Hotel Newton, Jalan RE Martadinata No 223-227, Riau, Bandung.
Sebelum Bu Ledia mengisi, acara dibuka dengan menyanyikan
lagu Indonesia Raya dan Bu Dyah Nurpritasari (tenaga Ahli Bu Ledia) membuka
pengetahuan tentang ruang lingkup Komisi VIII. Sehingga bisa dikatakan garapan
Bu Ledia sekarang ini meliputi: agama, sosial, dan pemberdayaan perempuan. Yang
menjadi tim kerja Komisi VIII adalah sebagai berikut: Departemen Agama, Departemen
Sosial, Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, Komisi Perlindungan Anak
Indonesia (KPAI), Badan Nasional Penanggulangan Bencana, serta Badan Amil Zakat
Nasional.
Bu Dyah menerangkan bahwa Ceu Popong (80 tahun) saat masuk
ruangan dan lagu kebangsaan dinyanyikan, beliau duduk tegap diam hormat dan
ikut menyanyi lagu Indonesia Raya.
Bu Dyah pun menyinggung tentang Zaskia Gotik yang menjadi
duta Pancasila, padahal beberapa bulan ke belakang telah melecehkan simbol
Negara yang ramai diperbincangkan di kalangan masyarakat.
Bu Dyah dan Bu Ledia Hanifa |
Bu Dyah juga menguji pengetahuan para audiens dengan
perbedaan antara DPR dan MPR. Teryata banyak yang masih kebingungan dengan
konsep DPR dan MPR. Kalau DPR dipilih oleh rakyat berdasarkan daerah
pemilihannya. DPR merupakan anggota MPR, belum tentu anggota DPR.
Beda lagi dengan DPD (Dewan Perwakilan Daerah) yang semuanya
dipilih langsung oleh rakyat. Misalnya provinsi Jawa Baear dari total
pendudukan 46 juta orang, pemilihan kemudian dibagi 91 kursi. Dibagi 11 daerah
pemilihan, salah satunya yakni kota Bandung dan Cimahi. DPR RI 7 orang,
termasuk Bu Ledia. Nama Bu Ledia hanya ada di Bandung dan Cimahi. Provinsi lain
berbeda lagi.
Kalau DPD itu seperti senatnya kalau di Amerika. Dan kalau
di setiap provinsi hanya ada 4 orang. Kalau di daerah Gorontalo misalkan 2 juta
pemilih tinggal di rangking, mudah saja, karena penduduknya sedikit. Sedangkan
kalau di Jawa Baratada 27 kabupaten/kota.
Bu Ledia Hanifa mengisi seminar |
Bu Ledia yang sudah hadir di tengah-tengah ruangan, berdiri dan lebih dekat dengan audiens agar bisa menyampaikan secara jelas. Audiens mencapai 100 orang dengan berimbang jumlah ikhwan akhwatnya, dan Bu Ledia mengawali dengan mengatakan bahwa saat ini MPR bukan lagi sebagai lembaga
tertinggi. Kemudian dihubungkan dengan RPJP. RPJP digunakan untuk menetapkan
eksekutif/ pemerintah. Diterjemahkan setiap kepala Negara terpilih langsung harus
membuatnya, supaya terlihat impementasi janji kampanye. Dan harus terlihat per
tahun.
RPJP adalah dokumen perencanaan pembangunan makro yang
berisi visi, misi dan arah pembangunan jangka waktu 20 tahun. Dokumen RPJP
merupakan kesepakatan/komitmen kebijakan yang mengikat namun fleksibel dalam tahapan
pelaksanaannya.
Haluan Negara tidak diangkat oleh presiden saja, tapi
setingkat MPR. Untuk membahas hal ini atau melepaskan punya kelebihan atau
kekurangan. Bagi Negara yang menetapkan presidensiil diserahkan kepada
presiden. Masing-masing punya titik tekannya. Namun secara umum MPR tetap
berjalan agar tidak swing ke kanan dan ke kiri. Misalnya di era kekuasaan SBY,
diberlakukan padat karya PNPM. Namun di era Jokowi ditiadakan. Dialihkan ke
dana desa Program Inovasi Pemberdayaan Pembangunan Kewilayahan (PIPPK). Pemkot Bandung sendiri menggelontorkan dana
Rp100 juta untuk setiap RW. Wow nilai yang fantastis bukan?
Bu Ledia pun menjelaskan kalau misalnya Mahasiswa diberi
uang 100 juta, Mahasiswa bisa langsung membuat program kerja yang banyak, namun
ketika di tingkat RW belum tentu. Maka diperlukan perencanaan, pembangunan dan
pemberdayaan yang baik.
Karena jika tidak, uang tersebut malah dipakai untuk
merenovasi rumah, ataupun yang lainnya. Naudzubillah. Bahkan banyak juga yang
menyalahkan pihak pejabat publik yang mencuri banyak uang Negara (baca:
koruptor) namun tidak ditangkap.
Adapun RPJM yaitu Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional. Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional sendiri bertujuan untuk
menghasilkan rencana-rencana pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah,
dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara dan masyarakat di
tingkat Pusat dan Daerah. Sistem ini adalah pengganti dari Garis-Garis Besar
Haluan Negara (GBHN) dan mulai berlaku sejak tahun 2005. GBHN masih wacana.
Selanjutnya bu Ledia bercerita tentang permasalahan kompleks
di masyarakat meliputi penerima Kartu Penyandang Sosial yang orang miskin,
namun tidak mendapatkannya. Selain itu adapula Program Keluarga Harapan yang
ternyata 70% dananya tidak sampai ke istri, malah habis dipakai untuk rokok
suami. Dana yang seharusnya membantu untuk menyejahterakan anak bersekolah
malah menyebabkan anak menjadi putus sekolah.
Ada pula kurangnya perhatian pusat kepada daerah yang
membuat aset negeri ini tergerus. Dan masih banyak problem lainnya. Bincang-bincang
sore itu membuka wawasan tentang komisi VIII. Banyak dari yang hadir berasal
dari kalangan pelajar, mahasiswa dan umum.
Tugas peradaban jalannya amat panjang. Proses dakwah terus
berjalan, namun pola dan metode bisa berubah. Yang tidak berubah adalah peran
muslimah. Dan itu telah dimulai sejak zaman Rasulullah saw. yang selalu
mendapat dukungan dari Khadijah.
Sebagai seorang muslimah penting untuk terus memperbaiki
diri, memperbaiki keluarga terlebih dahulu, dan bagi sebagian masyarakat yang
bisa menyuarakan keadilan seperti Bu Ledia, bisa memperbaiki masyarakat dan
sampai di ranah pemerintahan.
Bu Ledia dalam twitternya mengatakan, "Kadang-kadang yang menohok saya adalah betapa kebanyakan orang, masyarakat kita, ternyata belum bisa melihat bahwa tidak semua perempuan anggota dewan sesungguhnya sedang ingin mengejar karir. Boleh jadi karena panggilan nurani. Bahkan dia harus mengorbankan sesuatu yang personal untuk kemudian memberikan kontribusi kepada masyarakat."
Yang terpenting adalah tidak berkurang peran seorang muslimah sejak dia lahir, dia telah menjadi seorang anak, setelah dewasa dia menjadi istri, kemudian ibu, dan bagi seorang muslimah tetaplah dia menjadi seorang dai. Seperti almarhumah Yoyoh Yusroh yang memiliki 12 anak dan mampu mengelola keluarganya dengan baik, dengan banyak agenda yang beliau miliki.
Selain itu Kartini, yang berjuang agar pendidikan juga menjadi hak hak perempuan Indonesia. Dan masih banyak Kartini-kartini lain. Namun adapun dakwah tidak harus menuntut kita keluar, kita mampu dakwah dengan semampu kita. Dakwah di keluarga adalah dakwah yang cukup berat. Maka dakwah dimanapun kita berada dan dengan kemampuan yang kita miliki dan dengan apa yang kita bisa lakukan. Selamat memaknai Hari Kartini!
Yang terpenting adalah tidak berkurang peran seorang muslimah sejak dia lahir, dia telah menjadi seorang anak, setelah dewasa dia menjadi istri, kemudian ibu, dan bagi seorang muslimah tetaplah dia menjadi seorang dai. Seperti almarhumah Yoyoh Yusroh yang memiliki 12 anak dan mampu mengelola keluarganya dengan baik, dengan banyak agenda yang beliau miliki.
Selain itu Kartini, yang berjuang agar pendidikan juga menjadi hak hak perempuan Indonesia. Dan masih banyak Kartini-kartini lain. Namun adapun dakwah tidak harus menuntut kita keluar, kita mampu dakwah dengan semampu kita. Dakwah di keluarga adalah dakwah yang cukup berat. Maka dakwah dimanapun kita berada dan dengan kemampuan yang kita miliki dan dengan apa yang kita bisa lakukan. Selamat memaknai Hari Kartini!