Judul : KEMI 2 Menyusuri Jejak Konspirasi
Penulis : Adian Husaini
Editor : Ika
W
Cetakan : I,
Dzulhijjah 1433 H/ Oktober 2012 M
Penerbit : Gema
Insani
Tebal : 163
halaman
ISBN : 978-602-250-068-1
Harga : Rp 44.400
SEMUA berawal dari kisah seorang
wartawan bernama Bejo Sagolo ingin menyaksikan persidangan Roman yang telah
melakukan penganiayaan KEMI. Kemi yang cerdas, dijebak dan dimanfaatkan
kepandaian dan statusnya sebagai mantan santri untuk melakukan proses
liberalisasi. Nyatanya, terdakwa kasus penganiayaan terhadap Kemi, Roman diberi
hukuman hanya dengan satu tahun penjara. Sepanjang mempelajari Kemi, Bejo sadar,
dirinya terbawa semakin jauh dalam dasar masalah KEMI.
Baru-baru
ini kita tahu M. Irfan Hidayatullah menulis SANG PEMUSAR GELOMBANG (Grafindo, 2012).
Membaca buku ini mengenalkan, menyegarkan ingatan, kepada Imam Syahid Hasan Al
Banna. Keempat tokoh sentral di novel ini tersimpul satu sama lain pada sebuah
pemikiran yang sama, yakni Syaikh Hasan Al Banna.
Maka tak
jauh berbeda, lahirlah pula novel pergerakan berjudul KEMI: CINTA KEBEBASAN
YANG TERSESAT mengungkap kubangan liberalisme di Indonesia. Ditulis oleh
seorang mantan wartawan senior dan seorang dosen Jurnalistik dan pemikiran
Islam di Universitas Ibnu Khaldun Bogor dan Pesantren Tinggi (Ma’had ‘Aly)
Husnayain Jakarta. Beliau telah menelurkan banyak karya: 120 buku tentang
pemikiran Islam, dan KEMI adalah satu buku yang ‘berbeda‘ karena beliau menuliskannya
dengan gaya bahasa novel. KEMI Cinta
Kebebasan yang Tersesat (Gema Insani, 2010) dan mendapat respon luar biasa dari
pembaca di Indonesia, hingga pada bulan April 2011 memasuki cetakan keempat.
Mari kita
mundur sejenak ke alur cerita KEMI I, KEMI adalah salahsatu murid terbaik Kiai
Rois di Minhajul Abidin, Madiun, Jawa Timur yang memutuskan keluar dari
pesantrennya untuk belajar di Kampus Damai Sentosa, sebuah Institut Lintas
Agama yang berlokasi di kawasan Depok Jawa Barat. Segala ilmu yang Kemi miliki
di pesantren, berubah total. Semula Kemi rajin beribadah, kini malah berubah
menjadi tidak shalat. Kehidupannya dibiayai dengan harga tinggi karena terus
menyebarkan pemikiran liberal dan nyatanya tidak sedikit anak pesantren ingin
mengikuti jejak Kemi.
Kiai Rois, guru
Kemi di pesantren meminta Rahmat mengingatkan Kemi untuk tidak menyimpang
seperti orang liberal. Rahmat tidak dapat meluruskan Kemi, tapi menyelamatkan
pemikiran Siti, anak Kiai yang terjerumus dalam liberalisme, sehingga pulih
seperti sedia kala.
Dalam Novel
keduanya ini, terdapat tiga garis besar cerita, yakni: 1) KEMI yang hilang dari
Rumah Sakit oleh sejumlah oknum (dan semua pihak mencarinya), 2) Mengenal Tokoh
Liberalisasi kelas Kakap, dan 3) Siti Debat Gender di DPR.
Secara
keseluruhan, cerita KEMI ini sangat mencerahkan, membuka wawasan terutama untuk
insan yang khawatir terjerat dengan liberalisasi, sehingga bisa
mengantisipasinya. Dengan gaya bahasa ringan, novel KEMI dapat diserap dengan
mudah.
Ada gagasan menarik yang dapat
dipetik dari novel KEMI, yakni suspens yang dibuat pengarang agar pembaca tidak
lepas dari bacaan. Membuat suspen penting agar pembaca terus dibuat rasa
penasaran bagaimana kisah akhirnya karena karakter tokoh dibuat matang,
misalnya tokoh Kemi, Rahmat, Siti, Bejo, Rijal dan Habib.
Terjadi pula
percakapan Bejo dan Dr. Rajil mendapat tawaran gaji Rp 40 juta sebulan, asal
mau bergabung dengan Dr. Rajil; mengembangkan pemikiran liberal, mendukung
konser pemuja setan di Indonesia, mendukung gerakan dan praktisi lesbian. “Lho,
siapa yang menggurui Anda? Saya hanya mengatakan, saya mau istikharah, kenapa
Anda heran? Bukankah Anda orang Muslim juga?“ (hlm 119-120), ungkap Bejo.
Saat membaca KEMI 2, ada sebuah tanda tanya besar karena
Adian Husaini belum menuntaskan ceritanya sampai selesai, yakni Membuka tabir
hilangnya Kemi. Pada saat membaca bab terakhir yakni Debat Gender di DPR,
seakan tertahan, belum banyak dibahas tuntas; termasuk kisah cinta Rahmat dan
Siti. Sehingga, ditarik kesimpulan
bahwa buku ini akan berlanjut pada novel KEMI 3. Hal ini diamini oleh penulisnya
.
Kelemahan
dari novel ini adalah cukup banyak dialog yang bertele-tele, novel yang cukup
banyak menggunakan kalimat verbal. Mungkin hal ini terasa kental karena
keseharian Adian Husaini yang bergelut dengan tulisan non fiksi, dan ini novel
perdananya. Tapi terlepas dari itu, Adian Husaini telah berusaha sebaik mungkin
menyampaikan/ menjelaskan secara detail kepada pembaca hal yang terjadi dalam dunia
liberalisasi secara utuh, selaras, serta seimbang dari mulai tokoh, setting,
alur, tema dan amanat.
*
Ada
diantara umat Islam saat ini yang menyenangi dollar yang didapat dari aktivitas
liberalisasi didanai dari asing. Idealisme dan wawasannya tentang Islam runtuh,
digantikan dengan hal yang harus ia perjuangkan. Orang liberal mengajarkan
semua agama benar, menghalalkan yang diharamkan Allah, dan suka berkawan dengan
orang kafir sambil menjelek-jelekkan orang-orang Islam.
Percayalah,
bahwa di zaman Rasulullah saw. sendiri juga telah ada orang semacam ini, yakni
orang di dalam Islam sendiri yang telah mengobarkan fitnah dan munafik. Ia
menghembuskan kejahatan serta menyimpang. Karena dengki dan iri terhadap Islam,
terutama Rasulullah Saw, maka ia berusaha menghancurkan Islam dari dalam.
Maka saat ini, lahirlah gerakan untuk melawan liberalisasi
di Indonesia, yakni Indonesia Tanpa JIL (Jaringan Islam Liberal). Dengan
memanfaatkan social media, Indonesia Tanpa JIL yang diusung oleh Akmal Sjafril
dan Hafidz Ary Nurhadi dapat memberi pengetahuan agar orang Islam tidak salah
langkah dan terjebak dengan pemikiran JIL, salah satunya menganggap semua agama
sama, karena standar Islam adalah harus berdasarkan Quran dan Hadits, maka
Islam adalah yang paling baik.
Dalam buku nya (hlm. 95-96), Adian Husaini secara tersurat memberi
penerangan bahwa terdapat upaya kelompok tertentu di AS yang mencoba mengadu
domba antara Islam dan AS. Islam ditempatkan sebagai pihak yang bersalah atas
segala masalah di muka bumi ini. Isu terorisme diangkat. Tetapi yang diburu
hanya terorisme yang terkait dengan Islam. Stigma teroris Yahudi dan Kristen,
juga Hindu, tidak muncul. Karena itulah dimunculkan bahaya radikalisme,
fundamentalisme, lalu dibuat program deradikalisasi dan sejenisnya yang
sebagiannya dibajak untuk kepentingan liberalisasi.
Dari setiap alur cerita KEMI II, ada yang membuat hati untuk
kembali kepada fitrahnya, yakni Allah Swt. Dalam kisah ini, KEMI diculik dari
Rumah Sakit oleh sejumlah oknum. Ada suasana yang berbeda di masjid RSJ saat itu. Musibah yang menimpa
RSJ atas hilangnya Kemi seperti memengaruhi suasana hati para jamaah shalat
Zhuhur. (hlm. 71)
Ada
ketenangan saat Islam secara benar dijalankan oleh para pengikutnya. Bila Islam
dilabeli kata “liberal“, maka Islam tidak menjadi Islam yang bersih tapi
terkotori.
“Dan
orang-orang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang
datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya
air itu Dia tidak mendapatinya sesuatu apa pun, dan didapatinya (ketetapan)
Allah di sisinya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan
cukup dan Allah adalah sangat cepat perhitungan-Nya.“ (QS An Nur: 39)
Bandung, 3 April 2013
(Dipresentasikan
pada acara Kamisan FLP Bandung
yang diselenggarakan oleh FLP Bandung, 4 April
2013.)
No comments